Berikut adalah beberapa Penyakit Kronis yang kadang menerpa hati Manusia…
- Menyalahkan orang lain.
Itu penyakit P dan K, yaitu Primitif dan Kekanak-kanakan.
Menyalahkan orang lain adalah pola pikir orang primitif. Di pedalaman, kalau ada orang yang sakit, yang dipikirkan adalah: Siapa nih yang nyantet? Selalu “siapa”. Bukan “apa” penyebabnya, tapi “siapa”. Bidang kedokteran modern selalu mencari tahu “apa” sebabnya, bukan “siapa”. Jadi kalau kita berpikir menyalahkan orang lain, itu sama dengan sikap primitif.
Kekanak-kanakan,. Kenapa? Anak-anak selalu nggak pernah mau disalahkan. Kalau ada piring yang jatuh : ” Adik tuh yang salah”, atau ” mBak tuh yang salah”.
Kalau kita manusia yang berakal dan dewasa selalu mencari sebab, kenapa demikian, sebabnya apa ini?
- Menyalahkan diri sendiri.
Menyalahkan diri sendiri bahwa dirinya merasa tidak mampu. Anda pernah mengalaminya? Kalau anda bilang tidak pernah, berarti anda bohong sama saya. “Ah, dia sih bisa, dia ahli, dia punya jabatan, dia berbakat dsb, Lha saya ini apa? wah saya nggak bisa deh. Dia S3, lha saya SMP, wah nggak bisa deh. Dia punya waktu banyak, saya sibuk, pasti nggak bisa deh.
Penyakit ini seperti kanker, tambah besar, besar di dalem diri sehingga bisa mencapai “improper guilty feeling”. Jadi walau yang salah partner, anak buah, atau bahkan
atasan, berani bilang:” Saya kok yang memang salah, tidak mampu dlsb”.
Penyakit ini pelan-pelan bisa membunuh kita. Merasa inferior, kita tidak punya kemampuan. Kita sering membandingkan keberhasilan orang lain dengan kekurangan kita. Penyakit ini
tidak akan memecahkan persoalan, menutupi kelemahan. Insting kita selalu tidak mau terlihat lemah.
- Tidak punya goal atau cita-cita.
Kita sering terpaku dengan kesibukan kerja, tetapi arahnya tidak jelas. Sebaiknya kita selalu mempunyai target kerja dengan milestone. Target jangka panjang dan jangka pendek secara tertulis.
Ilustrasi:
Ada anjing jago lari yang sombong. Apa sih yang nggak bisa saya kejar, kuda aja kalah sama saya. Kemudian ada kelinci lompat-lompat, kiclik, kiclik, kiclik. Temannya bilang: “Nah tuh ada kelinci, kejar aja”. Dia kejar itu kelinci, wesss…., kelinci lari lebih kencang, anjingnya ngotot ngejar dan kelinci lari sipat-kuping sampai nggak dengar/peduli apa-apa), dan akhirnya nggak terkejar, kelinci masuk pagar. Anjing kembali lagi ke temannya dan diketawain. “Ah lu, katanya jago lari, sama kelinci aja nggak bisa kejar. Katanya lu paling kencang”. “Lha dia goalnya untuk tetap hidup sih, survive, lha gua goalnya untuk “fun” aja sih.
Kalau “goal” kita hanya untuk “fun”, isi waktu aja, ya hasilnya cuma terengah-engah saja.
- Mempunyai “goal”, tapi salah.
Biasanya dialami oleh orang yang tidak “teachable”. Goalnya salah, fokus kita juga salah, jalannya juga salah, arahnya juga salah.
Ilustrasi:
Di Sebuah daerah, ada pemuda yang terobsesi dengan emas, karena pengaruh tradisi yang mendewakan emas. Pemuda ini pergi ke pertokoan dan mengisi karungnya dengan emas dan seenaknya ngeloyor pergi. Tentu saja ditangkap polisi dan ditanya. Jawabnya: Pokoknya saya mau emas, saya nggak mau lihat kiri-kanan.
- Mengambil jalan pintas, short cut.
Keberhasilan tidak pernah dilalui dengan jalan pintas. Jalan pintas tidak membawa orang ke kesuksesan yang sebenarnya, real success, karena tidak mengikuti proses. Kalau kita menghindari proses, ya nggak matang, kalaupun matang ya dikarbit. Jadi, tidak ada tuh jalan pintas.
Ronaldo jadi pemain sukses dengan latihan 6 jam per hari. Pemain bulutangkis Indonesia bangun jam 5 pagi, lari keliling Senayan, melakukan smesh 1000 kali.
Itu bukan jalan pintas. Nggak ada orang yang leha-leha tiap hari pakai sarung, terus tiba-tiba jadi juara bulutangkis. Nggak ada !
Kalau anda disuruh taruh uang 1 juta, dalam 3 minggu jadi 3 juta, masuk akal nggak tuh? Nggak mungkin!. Karena hal itu melawan kodrat.
- Mengambil jalan terlalu panjang, terlalu santai.
Analoginya begini:
Pesawat terbang untuk bisa take-off, harus mempunyai kecepatan minimum. Pesawat Boeing 737, untuk dapat take-off, memerlukan kecepatan minimum 300 km/jam. Kalau kecepatan dia Cuma 50 km/jam, ya cuma ngabis-ngabisin avtur aja, muter-muter aja.
Lha kalau jalannya, runwaynya lurus anda cuma pakai kecepatan 50 km/jam, ya nggak bisa take-off, malah nyungsep iya. Iya kan ?
- Mengabaikan hal-hal yang kecil.
Dia maunya yang besar-besar, yang heboh, tapi yang kecil-kecil nggak dikerjain. Dia lupa bahwa struktur bangunan yang besar, pasti ada komponen yang kecilnya. Maunya yang hebat aja. Mengabaikan hal kecil aja nggak boleh, apalagi mengabaikan orang kecil.
- Terlalu cepat menyerah.
Jangan berhenti kerja pada masa percobaan 3 bulan. Bukan mengawali dengan yang salah yang bikin orang gagal,tetapi berhenti pada tempat yang salah. Mengawali dengan salah bisa diperbaiki, tetapi berhenti di tempat yang salah repot sekali.
- Bayang bayang masa lalu.
Wah puitis sekali, saya suka sekali dengan yang ini. Karena apa? Kita selalu penuh memori kan? Apa yang kita lakukan, masuk memori kita, lalu membuat, minimal sebagai pertimbangan kita untuk langkah kita berikutnya. Apalagi kalau kita pernah gagal, nggak berani untuk mencoba lagi. Ini bisa balik lagi ke penyakit nomer-3.
Kegagalan sebagai akibat bayang-bayang masa lalu yang tidak terselesaikan dengan semestinya. Itu bayang-bayang negatif. Bayang bayang positip juga ada, jadi ngocol, orang sukses dia.
Masa depan kadang-kadang menakutkan, karena kita nggak tahu kan ? Memori kita kadang-kadang sangat membatasi kita untuk maju ke depan. Kita kadang kadang lupa bahwa hidup itu maju terus. “Waktu” itu maju kan? Ada nggak yang punya jam yang jalannya terbalik ??. Nggak ada kan ? Semuanya maju, hidup itu maju. Lari aja ke depan, kalaupun harus jatuh, pasti ke depan kok. Orang yang berhasil, pasti pernah gagal. Itu memori negatif yang menghalangi kesuksesan.
Ada juga memori kesuksesan yang juga bisa menjadi penyakit seperti penyakit nomer 10 ini.
- Menghipnotis diri dengan kesuksesan yang kadang-kadang semu.
Kadang Kita berpikir kita adalah orang yang sukses, baik keluarga maupun karier. Namun kadang kita lupa, bahwa di atas langit ada langit. dan kadang kita merasa sukses menjadi seorang pemimpin, sukses di harta, namun semua itu semu, karena di belakang ini ada kegagalan yang ditutupi.
Komentar Terbaru